LIPO - Memberantas Penambagan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) Riau, susahnya bagaikan mencabut uban di kepala. Dicabut, tumbuh lagi. Hari ini diberantas, besoknya muncul lagi.
Kondisi itu turut dibenarkan Kapolres Kuansing, AKBP Pangucap Priyo Soegito, melalui Humas IPTU Ferry M Fadillah.
Dikatakan Ferry, padahal pihaknya sangat gencar melakukan penertiban dan penindakan terhadap PETI, namun anehnya pelaku aktivitas PETI tidak jera dan terus bermunculan.
Dijelaskan Ferry, khusus kasus PETI, dalam rentang 2022 hingga September 2023 pihaknya sudah menetapkan 22 tersangka.
"Tahun ini (2023) tersangkanya 10 orang, tahun lalu (2022) tersangkanya 12 orang. Totalnya sudah 22 tersangka. Sudah kita limpahkan ke Kejaksaan. Hanya 1 yang belum, karena kasus baru yang baru kita tangkap," jelas Ferry kepada liputanoke.com, Jumat (14/09/23) lalu.
Menurut Ferry, aktivitas PETI ini sangat meresahkan. Selain bertentangan dengan aturan yang ada, juga merusak ekosistem. Tidak itu saja kata Ferry aktivitas PETI ini juga bisa membahayakan keselamatan pelaku.
Saat ini, aktivitas PETI tidak hanya dilakukan di sungai, tapi juga di daratan, sampai ke kebun-kebun milik warga.
Berbagai upaya terus dilakukan untuk menekan aktivitas PETI. Bahkan kata Ferry, tak jarang aparat dengan pelaku kucing-kucingan.
"Saat ini PETI ini jaraknya jauh-jauh ke dalam di desa-desa. Untuk ini Polres kerahkan Polsek-polsek. Aktivitas mereka (pelaku) ini ada juga malam hari," jelas Ferry.
Apalagi kata Ferry, pelaku PETI kebanyakan warga tempatan. Hal ini menjadi kesulitan tersendiri bagi pihak Kepolisian.
"Kita juga menghindari benturan. Tapi kita juga harus melakukan penegakkan hukum," jelasnya.
Dari berbagai diksi-diksi yang kerap didengar, para pelaku PETI sering berkilah bahwa PETI di Kuansing hanyalah tambang rakyat biasa dan seolah-olah aktivitasnya hanyalah untuk penyambung hidup.
Namun, dari fakta di lapangan, mereka para pelaku PETI paling tidak mengeluarkan biaya puluhan juta untuk menunjang aktivitas tambang ilegal tersebut. Artinya, dapat dikatakan aktivitas PETI di Kuansing dilakukan oleh pemain bermodal besar alias cukong-cukong.
Hal itu juga ditanggapi Kasat Reskrim Polres Kuansing AKP Linter Sihaloho.
"Dari yang kita tangkap beberapa waktu yang lalu di daerah Pisang Berebus aja contohnya, itu kata masyarakat biaya dompeng (rakit) bisa mencapai Rp 70 juta sampai Rp 80 juta. Kalau angka segitu apa namanya, pemain besar," kata AKP Linter.
AKP. Linter menegaskan, pihaknya tidak akan surut memberantas aktivitas PETI. Untuk menekan aktivitas ini, disamping penindakan, pihaknya juga terus akan melakukan sosialisasi terkait dampak aktivitas PETI bagi lingkungan disekitarnya. (*1)