Fakta Persidangan Kasus Dugaan Korupsi di Setda Kuansing

Kerugian Negara Versi BPK & Akuntan Kok Berbeda?, Pengacara Minta Hakim Tolak Dakwaan Jaksa

Kerugian Negara Versi BPK & Akuntan Kok Berbeda?, Pengacara Minta Hakim Tolak Dakwaan Jaksa

LIPO - Sidang kasus dugaan korupsi 6 kegiatan di Setda Kabupaten Kuansing kembali digelar Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Selasa (15/09). Pada sidang lanjutan tersebut mendengar eksepsi atau pembelaan dari para terdakwa yang disampaikan oleh pembela mereka masing-masing. 

Para terdakwa mengikuti persidangan memakai virtual dari Talukkuantan, Kuansing. Sidang dibagi dua sesi, yakni sesi pembacaan eksepsi terdakwa M Saleh dan Verdy Ananta dan sesi pembacaan eksepsi terdakwa Muharlius, Hetty Herlina, dan Yuhendrizal.


Sepekan yang lalu sidang ini sempat ditunda oleh Majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Penundaan dilakukan karena penasehat hukum terdakwa belum merampungkan eksepsi atau keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kamis (10/09).

Pada sidang kali ini ada fakta menarik yang menjadi pusat perhatian.
Angka kerugian negara dalam kasus korupsi di Sekretariat Daerah Kabupaten Kuantan Singingi, ternyata berbeda jauh antara hitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan hitungan akuntan publik yang disewa Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi.


Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI menyebutkan potensi kerugian negara Rp7,085 miliar lebih, sementara akuntan publik menyebutkan Rp10,4 miliar lebih.

Hal ini terungkap dalam sidang lanjutan kasus korupsi di Setda Kabupaten Kuansing dengan terdakwa mantan Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah  Kuansing, Muharlius dan empat orang lainnya di pengadilan tipikor Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (15/9/2020). Sidang  dipimpin majelis hakim  Faisal SH MH (ketua) dengan anggota Darlina Darwis SH MH dan Rahman Silaen SH MH.


Pengacara Muharlius, Suroto SH dalam ekspsinya mempertanyakan dasar perhitungan kerugian negara yang disampaikan jaksa penuntut umum pada sidang dakwaan.

Dalam dakwaannya, jaksa menyebutkan kerugian negara dari enam kegiatan di bagian umum Setda Kuansing tersebut sebesar Rp10,402 miliar dari nilai total kegiatan Rp 13 miliar lebih berdasarkan perhitungan ahli Muhammad Ansar dari Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah. Padahal, berdasarkan perhitungan BPK RI seperti dalam LHP disebutkan kerugian negara hanya berkisar Rp7,83 miliar.


Kemudian, menurut Suroto, berdasarkan uraian yang disampaikan jaksa dalam dakwaan, kerugian negara setelah ditotal mencapai Rp4,469 miliar. Jika ditambah dengan uang yang diserahkan ke seseorang di Batam, kepada Bupati Mursini, Ketua DPRD, serta kepada anggota DPRD Kuansing Musliadi dan Rosi Atali, maka jumlahnya baru Rp6 miliar. 

"Jadi, masih jauh dari angka Rp10,402 miliar," ujarnya.

Selanjutnya, kata Suroto, jaksa memulai penyelidikan kasus ini dari LHP BPK RI yakni indikasi kerugian negara Rp7,83 miliar. Tapi setelah penyidikan dan dalam dakwaan, nilai kerugian negara menjadi Rp10,402 miliar berdasarkan audit ahli Muhammad Ansar dari Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah. Angka ini entah datang dari mana karena tidak ada bukti-bukti dan penjelasan.

Hal yang sama juga disampaikan oleh pengacara M Saleh dan Verdy Ananta, Satria Rindu Pati SH. Ia mempertanyakan dasar perhitungan kerugian negara Rp10,402 miliar tersebut. Sebab, berdasarkan perhitungan BPK RI hanya Rp7,83 miliar.


Padahal, berdasarkan peraturan perundangan-undangan, perhitungan kerugian negara yang dipakai adalah dari BPK RI sesuai dengan wewenangnya. Memang BPKP dan Inspektorat boleh mengitung kerugian negara, namun tidak berwenang mengumumkannya.

Oleh karena itu, para terdakwa melalui penasihat hukum mereka, meminta hakim untuk menolak dakwaan jaksa dan menyatakan dakwaan tidak sah secara hukum karena dakwaan yang disusun jaksa tidak jelas, tidak cermat, tidak sempurna, dan tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan. 

"Memohon kepada majelis hakim untuk mengabulkan permohonan kami," ujar Satria.

Dugaan korupsi berawal dari enam kegiatan di Sekretariat Pemkab Kuansing tahun 2017. Saat itu, Muharlius menjadi Plt Sekda sekaligus pengguna anggaran bernilai Rp13 miliar lebih.


Kegiatan pertama adalah dialog bersama tokoh masyarakat ataupun organisasi masyarakat, kedua penerimaan kunjungan pejabat negara, dan ketiga biaya rapat koordinasi musyawarah pimpinan daerah.

Kegiatan keempat adalah rapat koordinasi pejabat daerah, kelima kegiatan kunjungan kerja kepala daerah dan wakil serta keenam penyediaan makanan dan minuman.

Dalam pelaksanaannya, penggunaan anggaran semua kegiatan tidak sesuai peruntukkan. Hal ini berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), di mana ada Rp10,4 miliar diselewengkan.


Dakwaan jaksa merincikan sejumlah uang yang mengalir ke Bupati Kuansing Mursini, mantan anggota DPRD Kuansing Musliadi dan mantan anggota DPRD Kuansing Rosi Atali. Uang juga mengalir ke Wakil Bupati Kuansing Halim dan Ketua DPRD Kuansing Andi Putra.

Hadiman mengatakan, dari kerugian Rp10,4 miliar itu masih ada Rp7,4 miliar yang belum dikembalikan terdakwa. Sementara untuk Mursini dan nama yang terungkap di dakwaan sudah mengembalikan kerugian negara. (***)

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index