Cinta Sejati Antara Mitologi dan Takdir

Cinta Sejati Antara Mitologi dan Takdir
Ilustrasi/F: Pinterest

LIPO - Perjalanan lika-liku manusia dalam mengenali peradaban terutama cinta masih menjadi misteri yang sulit dipecahkan. Mengingat cinta masih menjadi hal yang tabu untuk dibahas ketika seseorang sudah menikah dan memiliki keluarga lengkap dengan formasi suami, istri dan anak.

Cinta Sejati menjadi prahara ketika banyak yang merasa pasangan yang bersamanya saat mengarungi pernikahan dalam kurun waktu yang lama dan redupnya  api cinta gairah dan sensasi pejuang dalam percintaan tak muncul. Sehingga tak heran, pernikahan yang dijalani sangat monoton, pasif hingga membuat salah satu atau keduanya terjebak dalam skandal 'perselingkuhan' atau 'poligami' yang dianggap sebagai jalan menemukan cinta sejati.

Namun, benarkah cinta sejati hanya sebuah mitologi semata atau benar adanya? Dan ketika percikan cinta yang muncul diluar pernikahan dianggap sebuah pengkhianatan apakah ini benar pelanggaran atau hanya upaya dari individu untuk menemukan pasangan yang menjadi belahan jiwanya.

Cikal Bakal Cinta Sejati

Kisah ini yang lazim di kalangan pembaca berawal dari kisah perpisahan Nabi Adam dan Siti Hawa saat terlempar dari Surga dan  jatuh ke Bumi menjadi latar belakang tentang pertemuan Belahan Jiwa yang diambil dari kisah penciptaan Siti Hawa dari tulang rusuk Nabi Adam.

Sehingga simbol Belahan Jiwa dan Cinta Sejati diartikan pada pencarian asal tulang rusuk atau bagian dari tulang rusuk yang dianggap sebagai jodoh sejati. Kisah ini seringkali menjadi doa yang dipanjatkan bagi para pencari jodoh agar ditemukan dengan jodoh sejati yakni Si Pemilik Tulang Rusuk.

Kisah Siti Hawa yang berasal dari tulang rusuk Nabi Adam seringkali menjadi simbol bagi seorang wanita untuk menemukan bagian jiwanya yang hilang, sama seperti kisah pertemuan Nabi Adam dan Siti Hawa di Bumi yang menurut beberapa riwayat terjadi dalam tempo ribuan tahun.

Bahkan dalam tradisi budaya Jawa, pencarian jodoh juga identik dengan penggunaan Primbon yang menjadi kecocokan dan kesesuaian dalam pertemuan kedua manusia yang hendak masuk dalam pernikahan.

Jatuh Cinta di Luar Pernikahan

Potensi terjadinya jatuh cinta saat seseorang sudah memiliki pasangan resmi sangat rentan terjadi. Apalagi jika itu berkaitan dengan masa lalu atau seseorang yang baru ditemui namun memiliki kecocokan dan keserasian. Dalam perjalanan ini bisa saja terjadi pernikahan yang dijalani masih normal dan tidak ada perselisihan, tapi hati tak dipungkiri jatuh cinta pada sosok yang dianggap sepadan, seimbang dan kembali percikan api cinta menyala.

Meski beberapa menamainya dengan perselingkuhan atau pengkhianatan dalam rumah tangga, namun ada yang bersembunyi dibalik Pencarian Cinta Sejati hingga membungkusnya dengan pernikahan Poligami yang akhirnya menimbulkan pro kontra baik itu di pihak internal, keluarga dan masyarakat. Bahkan tudingan pengkhianat kepada pasangan menjadi racun yang sangat mematikan. Padahal kembali ke hakikat cinta bahwa cinta adalah kodrat manusia yang tak bisa ditembus logika, termasuk merencanakan jatuh cinta dan kepada siapa hati berlabuh.

Poligami, Jalan Halal Yang Dihujat

Tak mudah menolak ketika hati serasa menemukan Belahan Jiwa yang hilang dan keinginan untuk terus berjuang dan mempertahankan cinta dalam kerangka dan norma yang dianggap sesuai secara konsep agama, namun ditolak secara sosial. Dalam pandangan sebagian orang yang mengambil langkah berani menghadirkan pernikahan dalam pernikahan sebagai bentuk apresiasi dalam cinta menjadi sebuah langka yang tentunya sarat dengan penolakan.

Namun, makna Cinta Sejati dan Belahan Jiwa membuat orang-orang yang mengambil langkah ini lebih memilih menggenggam ikatan cinta yang kuat meski harus mendapat tudingan. Karena apa? cinta memberi kekuatan bagi individu untuk mampu menghadapi tantangan dan ujian, dan dianggap memberi rasa atau chemistry yang sangat kuat secara batin.

Ikatan batin yang tak terlihat menjadi sebuah fenomena yang sulit dijelaskan secara akal namun ia dirasakan secara psikologi dan batin bahwa ada damai, bahagia dan semangat yang meletup yang selama ini bara cinta itu sudah padam. Pernikahan poligami seringkali harus berakhir pilu ketika salah satu pihak tak kuat dengan tekanan sosial yang membuat perjalanan cinta sejati ini harus diakhiri secara terpaksa. Namun realitanya tak mampu membunuh perasaan yang ada.

Pernikahan Antara Takdir dan Jodoh 

Pembahasan soal pernikahan takkan pernah ada habisnya mengingat Menikah bukan berarti Jodoh karena meningkatnya angka perceraian. Idiom ini menjadi slogan akhirnya ada pihak yang berani memilih jalan perceraian karena tak sanggup meneruskan pernikahan yang dianggap 'Bukan Jodoh Sejati' dan memilih untuk melanjutkan hidup meski dengan pasangan baru atau tetap dalam kesendirian.

Fenomena takdir jodoh dan pernikahan membuat banyak ilmuwan dan spiritual membagi ada tiga bentuk cinta yang akan membawa seseorang pada takdir pernikahan yakni Karmic, Twin Flame dan Soulmate. Ketiga hubungan ini memiliki makna berbeda dan menjadi penyebab cikal bakal terjadinya perceraian, poligami atau cinta sejati tak harus saling memiliki.

Ketiga acuan dasar ini juga yang menjadi penyebab adanya ikatan batin yang kuat atau lemah, bahkan definisi tiga hal jenis jodoh dalam kajian spiritual ini menjadi cikal bakal seseorang mengakhiri pernikahan yang sudah tak sehat karena KDRT, perselingkuhan, ekonomi, rendahnya empati dan cinta yang mati. 

Sehingga  Belahan Jiwa atau Cinta Sejati takkan pernah terpisah meski saat ini salah satu diantaranya sudah memiliki pasangan atau masing-masing memilih untuk menahan diri untuk tak menyakiti pasangan yang sudah terikat dalam pernikahan. Namun tetap membiarkan api cinta kepada Cinta Sejati tetap hidup meski tak ada pertemuan, tak ada komunikasi tapi batin mereka selalu terkoneksi satu sama lain dan memiliki chemistry yang kuat. (*16) 

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index