PEKANBARU, LIPO - Tim Penyidik Pidsus Kejaksaan Tinggi Riau menetapkan mantan Plt Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau, TFT, sebagai tersangka dan langsung melakukan penahanan, pada Rabu (15/05/24).
Kasipenkum Kejati Riau, Bambang Heripurwanto, mengatakan, penetapan tersangka dan penahanan mantan Plt Sekretaris DPRD Riau terkait kasus dugaan Tipikor Penyimpangan Pengelolaan Anggaran pada Sekretariat DPRD Provinsi Riau Periode September sampai dengan Desember 2022.
“Alasan penetapan tersangka terhadap TFT karena Tim Penyidik Pidsus Kejaksaan Tinggi Riau telah mengantongi 2 alat bukti yang cukup berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP,” jelas Bambang.
Sebelum penetapan tersangka, TFT diperiksa sebagai saksi oleh penyidik, dan selanjutnya dilakukan gelar perkara.
“Berdasarkan gelar perkara, penyidik Kejati Riau berkesimpulan adanya dugaan Tipikor Penyimpangan pada kasus tersebut,” kata Bambang.
Terkait modus dibeberkan Bambang, adanya dugaan perjalanan dinas fiktif yang dilakukan oleh tersangka TFT.
Tersangka TFT selaku Plt. Sekretaris DPRD Provinsi Riau memerintahkan bawahannya untuk mempersiapkan dokumen pertanggungjawaban kegiatan perjalanan dinas periode bulan September sampai dengan Desember 2022 yang ada di Sekretariat DPRD Provinsi Riau berupa Nota Dinas, Surat perintah tugas (SPT), Surat perintah perjalanan dinas (SPPD), Kwintasi, Nota pencairan perjalanan dinas (NP2D), Surat perintah pemindah bukuan Dana (Over Book) (SP2DOB), Tiket trasportasi,Boarding Pass, dan Bil Hotel.
Setelah semua dokumen terkumpul, Tersangka TFT selaku Pengguna Anggaran (PA) menandatangani dokumen pertanggungjawaban tersebut, dan memerintahkan Sdr. K Selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Sdr. MAS selaku bendahara pengeluaran untuk mengajukan ke Bank Riau tanpa melalui verifikasi oleh Sdr. EN selaku Kasubag atau Koordinator Verifikasi.
“Uang kegiatan perjalanan dinas fiktif tersebut masuk ke rekening pegawai (yang namanya di pakai untuk pencairan perjalanan dinas fiktif),” jelas Bambang.
Setiap pencairan dilakukan pemotongan sebesar Rp. 1.500.000.- dan diberikan kepada nama-nama pegawai yang di catut atau di pakai namanya sebagai upah tanda tangan.
“Selebihnya uang pencairan perjalanan dinas fiktif tersebut dengan total sebesar Rp. 2.856.848.140.-, setelah diberikan sebagian pencairan kepada nama- nama yang di catut atau di pakai sehingga menjadi Rp. 2.343.848.140.- di terima oleh Tersangka TFT yang di gunakan untuk kepentingan pribadi tersangka TFT, bukan untuk kegiatan yang berjalan yang belum di bayarkan namun anggarannya tidak ada,” terang Bambang.
Dalam kasus ini Tersangka TFT dinilai melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Permendagri Nomor : 77 Tahun 2020 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah yakni mengambil uang yang bersumber dari APBD Pemerintah Provinsi Riau pada Sekretariat DPRD Provinsi Riau dengan total kurang lebih Rp. 2.343.848.140.
“Sejumlah uang tersebut dipergunakan tersangka tidak untuk peruntukannya, sehingga akibat perbuatan tersangka tersebut merugikan keuangan negara c.q. daerah,” tambah Bambang
Untuk mempercepat proses penyidikan sebagaimana berdasarkan Pasal 21 ayat 4 KUHAP secara subyektif merujuk pada kekhawatiran tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau akan melakukan tindak pidana lagi dan secara objektif ancaman diatas 5 tahun penjara.
“Tersangka TFT dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan di Rutan Kelas 1 Pekanbaru,” tukas Bambang.
Terhadap tersangka TFT disangka melanggar : Primair Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Subsidair Pasal 3 UU RI 20 thn 2001 tentang perubahan UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.*****