LIPO - Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau tahun 2025 mencapai Rp2,21 triliun dan diprediksi akan terus bertambah.
Anggota Banggar DPRD Provinsi Riau, Manahara Napitupulu, mengungkapkan bahwa defisit anggaran tersebut "meledak" nilainya karena baru diketahui beberapa waktu setelah APBD disahkan.
"Defisit ini terjadi akibat selisih antara pendapatan dan belanja. Ambang defisit sebenarnya sudah ada sejak APBD disahkan, dengan harapan adanya pendapatan lain yang dapat digali. Namun, ternyata ada kekurangan yang belum terakomodir di tahun 2024, yang baru diketahui di tahun 2025 ini, sehingga nilai defisit jauh melampaui perkiraan," ujar Manahara, belum lama ini.
Sementara itu, Anggota DPRD Riau Edy Basri menyatakan bahwa defisit anggaran ini akan menjadi beban berat bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dalam melaksanakan pembangunan. Pemprov harus memangkas sejumlah anggaran kegiatan untuk efisiensi agar tidak terjadi proyek mangkrak atau penundaan pembayaran.
"Pemerintah pasti akan melakukan efisiensi, tetapi bukan berarti anggaran yang krusial akan dipotong. Anggaran yang diperuntukkan bagi masyarakat tentu tidak bisa dipotong, seperti untuk layanan publik, bantuan sosial (Bansos), dan TNI-Polri," jelas Edy.
Edy menambahkan bahwa masyarakat tidak perlu panik mengenai dampak efisiensi terhadap layanan publik. Meski efisiensi dilakukan, pemerintah tidak akan memotong anggaran yang langsung berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat.
"Kemungkinkan besar, anggaran yang akan dipotong untuk efisiensi adalah anggaran perjalanan dinas, pembelian alat tulis kantor, dan anggaran tidak krusial lainnya," pungkasnya.(***)