PEKANBARU, LIPO - Pihak keluarga H Masrul akan menggelar aksi unjuk rasa di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pekanbaru pada Rabu 8 Oktober 2024.
Aksi ini dilakukan untuk menuntut penyelesaian sengketa lahan yang telah berlarut-larut dan menuntut keadilan.
Dalam konferensi pers, Masrul menyampaikan beberapa tuntutan yang akan disampaikan dalam aksi tersebut.
Pertama, pembatalan putusan Mahkamah Agung (MA) yang dianggap cacat hukum.
Kedua, pemeriksaan dan penangkapan oknum di BPN, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru, dan MA yang diduga terlibat dalam "jual beli hukum".
Ketiga, perbaikan sistem BPN yang dinilai sengaja memperlambat proses penerbitan sertifikat tanpa kejelasan Standar Operasional Prosedur (SOP).
"Kalau melalui sistem, tidak perlu datang. Tapi kenyataannya pihak BPN meminta untuk datang," ujar Masrul, Senin 6 Oktober 2025.
Latar Belakang Sengketa
Sengketa lahan seluas satu hektar di Jalan Arifin Ahmad, Pekanbaru ini bermula ketika Masrul mengajukan gugatan ke PTUN Medan terhadap PT HM Sampoerna yang diduga menduduki lahannya. Dimana Gugatan tersebut dimenangkan oleh pihak Masrul tahun 2024.
Namun, menurut pengakuan Masrul, BPN Pekanbaru tidak kunjung menerbitkan sertifikat dan justru mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Langkah BPN ini dianggap melanggar wewenang karena menurutnya, berdasarkan Undang-Undang BPN tidak boleh mengajukan PK kecuali untuk aset negara. Sementara, lahan ini telah bersertifikat atas nama Masrul sejak 1993.
"Kita menanyakan siapa yang bayar dan alasan apa mengajukan PK, sebab lembaga negara tidak boleh mengajukan PK. Itu bukan aset negara, tapi punya kami," tegas Masrul.
Proses yang Berbelit
Masrul mengungkapkan bahwa selama dua hingga tiga bulan setelah putusan, BPN tidak kunjung memproses penerbitan sertifikat. Meski telah memenuhi persyaratan yang diminta, setelah menunggu dua minggu tidak ada kejelasan.
"Karena tidak ada kejelasan akhirnya turun surat inspektorat menegur dan meminta BPN Pekanbaru untuk menjalankan putusan pengadilan tersebut. Pejabat BPN yang bernama Doni kemudian dimutasi, tapi Ia meminta tetap mengawal PK tetap berjalan. Sehingga hal ini menimbulkan tanda tanya mengenai hubungan antara BPN dan PT HM Sampoerna," terangnya.
Setelah Doni digantikan oleh Muji, pihak keluarga dipanggil dan akan dilakukan peninjauan lokasi. Namun, dalam prosesnya, PT HM Sampoerna yang dianggap tidak memiliki kekuatan hukum lagi, mengklaim menang dalam perkara lain dengan pokok perkara berbeda.
"Tapi itu tidak masalah bagi kami karena pokok perkaranya beda. Kami terus menanyakan sertifikat, tapi tidak ada kejelasan. Namu tiba-tiba turun surat PK dari PTUN Pekanbaru. Kami curiga ada permainan oleh oknum BPN, PTUN, dan MA," ujarnya lagi.
Karena itu, pihaknya telah melaporkan dugaan korupsi dan permainan hukum ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dan juga telah melayangkan surat ke Istana Presiden, Komisi II dan III DPR RI, KPK, Kejaksaan Agung, dan Komisi Yudisial.
"Jadi aksi Rabu besok itu digelar untuk menyuarakan ketidakadilan dan kerusakan birokrasi yang kami alami. Kita berharap pemerintah, dalam hal ini Presiden Prabowo, mengetahui masih adanya "mafia hukum" yang semena-mena dan menuntut penegak hukum di Riau untuk memperhatikan permasalahan ini," tutupnya.*****